Friday, July 19, 2013

Koordinasi Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air


Undang-Undang Sumber Daya Air (Pasal 85 dan Pasal 86) mengamanatkan bahwa pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan itu harus dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air, sumber daya lahan, dan sumber daya lainnya.

Wadah koordinasi yang harus disiapkan adalah wadah yang menyediakan akses bagi semua stakeholder, khususnya primary stakeholder. Wadah tersebut harus mampu menyediakan dan memberikan informasi seluas-luasnya kepada yang memerlukan. Wadah tersebut harus mampu melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dimana dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air. Selain itu, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air.

Masyarakat tersebut adalah : para petani hortikultura di daerah dengan ketinggian = 1.500 m, para petani lahan kering di daerah dengan ketinggian antara 500 m sampai 1.500 m, dan masyarakat. Mereka adalah orang-orang terkena dampak (effected people) langsung dari bencana erosi. Bencana ini tidak dapat dicegah, tindakan utama terhadap ancaman bahaya erosi hanyalah sebatas mitigasi.

Wadah koordinasi tersebut harus mempunyai program yang jelas dan terarah agar bencana erosi dapat dikelola dengan baik secara terpadu dan berkesinambungan dan pengelolaaannya harus langsung di lokasi (on farm) oleh mereka yang berada on farm. Mereka itu adalah para primary stakeholder tersebut. Dan mereka harus diberi peran utama dalam implementasi konservasi on farm. Wadah tersebut juga harus mampu menyediakan pendamping, khususnya di bidang-bidang teknis, ekonomis (termasuk pasar), dan lingkungan, bagi mereka memerlukan adanya pendampingan,. Para pendamping ini dapat muncul dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerhati, Perbankan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Perusahaan, misalnya : dairy (susu, dan lain-lain) dan meubel atau usaha perkayuan lainnya. Dalam hal ini, instansi daerah dan pusat serta para fasilitator lainnya, sebagai secondary stakeholder, harus mampu berfungsi sebagai inovator dan regulator.

Berdasarkan kondisi lapangan saat ini, wadah koordinasi tersebut harus mampu menyiapkan program kerja yang tajam menukik ke upaya pemecahan masalah yang dijumpai di lapangan. Orientasi program-program tersebut mengarah ke hal-hal berikut :
* Program konservasi jangka panjang yang saat ini sedang berjalan pelaksanaannya on-farm;
* Program konservasi jangka panjang di daerah hortikultura (high intensity vegetable growing area);
* Program konservasi jangka panjang di daerah dry land crops (tegalan) dengan hutan masyarakat;
* Program konservasi jangka pendek berupa pengendalian erosi di daerah :
* lembah kaki bukit berjurang (parit jurang, gully, rill, dan sejenisnya);
* tanah longsor dan gerusan tebing alur sungai;
* proyek pembangunan : jalan, kawasan industri, pemukiman, dan jenis proyek lainnya;
* perkotaan dan pedesaan berupa pengendalian run-off (limpasan air hujan).

Selain hal diatas peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 45 ayat (4) mengatur bahwa kriteria kawasan budidaya untuk kawasan hutan rakyat adalah : luas minimal 0,25 ha dan mempunyai fungsi hidrologis/ pelestarian ekosistem, luas penutupan tajuk minimal 50% danmerupakan tanaman cepat tumbuh. Kawasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub-sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
2. Meningkatkan fungsi lindung;
3. Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumberdaya alam;
4. Meningkatkan kesempatan kerja;
5. Meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama di daerah setempat;
6. Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional;
7. Meningkatkan ekspor;
8. Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat
Berdasarkan program kerja kegiatan-kegiatan konservasi seperti yang telah tersusun tersebut, kiranya sudah dapat digambarkan bagaimana nanti tugas pokok dan fungsi dari wadah koordinasi yang harus dibentuk.

Keterpaduan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air


Azas dasar pengelolaan sumber daya air adalah : azas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Atas dasar azas tersebut maka sumber daya air yang mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan sosial tersebut harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan, karena tujuan dari pengelolaan sumber daya air adalah mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pola pengelolaan sumber daya air disusun berdasarkan WS dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah serta prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air. Proses penyusunannya harus melibatkan peran masyarakat (termasuk masyarakat adat) dan dunia usaha.

Pengelolaan air permukaan didasarkan pada WS, sedangkan pengelolaan air tanah di dasarkan pada cekungan air tanah

Menurut Global Water Partnership (2000) pengelolaan terpadu sumber daya air adalah suatu proses yang mengintegrasikan pengelolaan sumber daya air, sumber daya lahan, dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi. Prinsip pengelolaan terpadu ini dikembangkan sebagai respons terhadap perilaku pengelolaan sumber daya air yang selama ini cenderung terfragmentasi sehingga berbagai kebijakan dan program sektor yang terkait dengan sumber daya air sulit bersinergi.

Keterpaduan tersebut, menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, Pasal  3, mencakup dua komponen besar yaitu sistem alami dan sistem buatan (non-alami). Pada komponen sistem alami sekurangnya ada empat aspek pengelolaan yang perlu dipadukan, yaitu :
* keterpaduan antara daerah hulu dan daerah hilir,
* keterpaduan antara kuantitas dan kualitas,
* keterpaduan air hujan dengan air permukaan dan air bawah tanah, dan
* keterpaduan antara penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (siklus hidrologi).

Keterpaduan pada sistem non-alami (buatan) sedikitnya mencakup tiga aspek keterpaduan, yaitu :
1. keterpaduan antar sektor dalam pembuatan kebijakan, program, dan kegiatan, baik di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten/kota (misalnya : untuk mengintegrasikan kebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan pembangunan sosial serta kebijakan lingkungan hidup);
2. keterpaduan antar semua pemilik kepentingan (stakeholders);
3. keterpaduan antar daerah baik secara horizontal maupun secara vertikal.




Wednesday, January 30, 2013

Usaha Penanggulangan Sedimen


Untuk menanggulangi masalah sedimen, maka terlebih dahulu harus mengetahui penyebab terjadinya sedimen tersebut. Sasaran penanggulangan sedimen ini dapat digolongkan ke dalam bagian, yaitu:

A. Menanggulangi terjadinya erosi permukaan.
Usaha untuk menanggulangi terjadinya erosi permukaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1) Cara vegetasi atau bioteknik
Cara vegetasi adalah mencegah kerusakan dan memperbaiki vegetasi penutup permukaan lahan, sehingga dapat mengurangi terjedinya erosi.

Usaha yang dilakukan dalam penanggulangan erosi dengan cara vegetasi adalah sebagai berikut :
  • Usaha penghijauan lahan (reboisasi).
  • Pembuatan penghalang sedimen dari vegetasi, pembuatan pagar hidup dan gebalan rumput.
  • Mencegah terjadinya kebakaran hutan, yang dapat merusak kesuburan tanah dan hilangnya humus-humus di permukaan tanah.
  • Mencegah adanya peladangan yang berpindah-pindah, yang dapat merusak hutan.
  • Mencegah adanya penebangan pohon secara liar dan tidak boleh terjadinya tebang habis pada DAS, yang dapat menyebabkan rusakan hutan, hilangnya humus dan akan menyebabkan terjadinya kepadatan permukaan tanah.

2) Cara teknik sipil (konstruksi)
Penanggulangan erosi dengan teknik sipil dilakukan menurut kaidah-kaidah :
Memperlambat aliran permukaan dengan memperkecil kemiringan / lereng melalui pembuatan terasering.
Pembuatan saluran dan pematang sejajar garis kontur.

B. Pengendalian angkutan sedimen.
Angkutan sedimen sangat berpengaruh terhadap perubahan morfologi sungai, pada prinsipnya pengendalian angkutan sedimen adalah mengusahakan agar sedimen dapat terbawa aliran sampai ketempat tertentu yang tidak merugikan. Dalam rangka pengendalian angkutan sedimen dialur-alur sungai mungkin dengan cara membuat bangunan-bangunan seperti :
  • Bottom control structure untuk mengatur kemiringan dasar sungai sedemikian rupa sehingga aliran masih mampu membawa sedimen tanpa mengikis alur sungai.
  • Pembuatan dam penahan sedimen.
  • Pembuatan ground sill.
  • Pembuatan sabo dam.
  • Pembuatan kantong-kantong lumpur dan sebagainya.

C. Pengendalian sedimentasi.
Pengendalian sedimentasi pada alur sungai dimaksudkan untuk mengusahakan terjadinya pengendapan pada tempat-tempat yang dikehendaki. Usaha yang dilakukan di alur sungai lalah dengan membuat fasilitas bangunan seperti :
  • Dam pengendali sedimen di alur anak sungai di daerah hulu.
  • Kantong lumpur di waduk (reservoir).
  • Penyediaan tempat-tempat khusus di tepi sungai untuk pengendapan sedimen pada saat tertentu aliran sungai membawa muatan sedimen banyak.
  • Penambangan bahan galian golongan C.
  • Pengerukan pada muara sungai

Tuesday, January 29, 2013

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi dan Sedimentasi


Secara umum erosi, dan juga sedimentasi, merupakan fungsi dari iklim, topografi, vegetasi, tanah, dan aktivitas manusia. Pengaruh masing-masing terhadap erosi dan sedimentasi, antara lain sebagai berikut :

1. Iklim
Salah satu unsur iklim terpenting yang sangat berpengaruh pada erosi dan sedimentasi adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi dan durasi lama akan menimbulkan gaya hunjam yang merupakan energi kinetik yang besar. Kemampuan energi kinetik hujan yang menyebabkan erosi disebut erosivitas hujan. Indeks erosivitas hujan (R) yang berkorelasi erat dengan erosi adalah 30.

2. Topografi
Unsur-unsur topografi yang mempengaruhi erosi adalah panjang dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng semakin besar volume air terakumulasi dan melintas di permukaannya. Semakin miring lereng semakin besar kemampuan mengangkut partikel tanah hasil erosi, tetapi semakin kecil kesempatan air meresap ke dalam tanah, sehingga lebih banyak air yang mengalir di permukaannya. Dengan demikian, tanah di bagian bawah lereng akan mengalami erosi lebih besar dari pada di bagian atas lereng.

3. Vegetasi
Peranan vegatasi dalam memitigasi erosi antara lain :
  • Intersepsi dan absorbsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi kinetik hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Tetapi semakin tinggi tajuk, setelah intersepsi mencapai titik jenuh, kemampuan absorbsi berkurang, air hujan akan terakumulasi dalam volume yang lebih besar, ketika jatuh ke permukaan tanah erosivitasnya menjadi semakin besar.
  • Bahan organik dari seresah yang jatuh dan menutupi permukaan tanah akan melindungi permukaan tanah dari energi kinetik hujan, limpasan aliran air permukaan, menjadi salah satu sumber energi bagi fauna tanah yang akan membantu dalam perbaikan struktur tanah.
  • Penyebaran perakaran akan memantapkan butir-butir tanah dan memperkuat struktur tanah, serta memperbesar porositas tanah.

4. Tanah
Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah :
  • Tekstur. Tanah bertekstur kasar mempunyai adhesi dan kohesi lebih kecil serta kapasitas infiltrasi lebih besar dibandingkan dengan tanah berstruktur halus. Tanah berstruktur halus memudahkan terjadinya aliran permukaan, meskipun curah hujannya rendah.
  • Erodibilitas. Mudah tidaknya tanah tererosi disebut erodibilitas tanah, dinyatakan dalam Indeks Erodibilitas (K). Erodibilitas dipengaruhi oleh tekstur, struktur, permeabilitas, dan kandungan bahan organik tanah. Nilai K berkisar antara 0,00 sampai 0,99, dimana semakin tinggi nilai K tanah semakin mudah tererosi. Nilai K ditentukan berdasarkan pengukuran langsung di lapangan yang dihitung dengan menggunakan nomogram Wischmeier (1978) atau dengan menggunakan parameter kelas struktur dan jenis tanah.
  • Bahan organik, Fe, dan Al. Bahan organik berfungsi sebagai pengikat butir-butir tanah sehingga memantapkan struktur tanah. Selain bahan organik, tanah liat (clay) serta kation Fe dan Al dapat meningkatkan daya tahan tanah terhadap dispersi (penguraian). Tanah liat berfungsi sebagai pengikat air, pertukaran kation, dan perekat butir-butir tanah sehingga menjadi stabil dan tahan terhadap dispersi.

5. Aktivitas Manusia
Ketika manusia memperlakukan tanah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang baik, manusia akan menimbulkan percepatan erosi yang akan merugikan dirinya sendiri serta keturunannya. Erosi tidak dapat dicegah, tetapi manusia harus berupaya agar erosi tidak melampaui batas yang dapat merugikan manusia. Faktor-faktor yang dapat diatur untuk menekan erosi adalah topografi, pengolahan lahan, dan faktor tanaman.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada erosi akan berpengaruh juga pada sedimentasi. Namun selain kelima faktor tersebut di atas, sedimentasi juga dipengaruhi oleh energi yang ditimbulkan oleh kecepatan air yang mengalir, debit aliran, dan mudah tidaknya sedimen yang ada terangkut. Semakin besar debit, semakin banyak sedimen yang dapat terangkut. Mudah tidaknya material sedimen terangkut tergantung pada ukuran butir sedimen.

Friday, January 25, 2013

Contoh Hirarki Penyusunan Konservasi DAS

Tujuan konservasi sumber daya air adalah menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air yang dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air, dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap WS.



Tujuan perlindungan dan pelestarian sumber air adalah melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui :
  •  Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
  •  Pengendalian pemanfaatan sumber air;
  •  Pengisian air pada sumber air;
  •  Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; dan
  •  Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air.

Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan atau teknis sipil melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya. Perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.

Upaya konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

A.    Konservasi Tanah
Konservasi tanah (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1995) adalah cara pengolahan tanah untuk menyelamatkan tanah dari bahaya erosi. Konservasi tanah (Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial) adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi, dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Praktik konservasi tanah dan air tidak hanya memitigasi terjadinya laju erosi yang melebihi batas toleransi tanah saja tetapi juga mencakup upaya mempertahankan kesuburan tanah baik fisik maupun kimia.

B.    Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air) adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.

C.    Sumber Daya Lahan
Sumber daya lahan (FAO, 1976) merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Sumber daya tanah dan sumber daya hutan merupakan bagian dari sumber daya lahan.

Thursday, January 24, 2013

Sediment Delivery Ratio dan Sediment Transmission Losses

 Sedimen adalah kandungan organik hasil erosi yang terbawa oleh gerakan air pada suatu keadaan tempat serta waktu tertentu akan dapat mengendap.

Jenis sedimen dapat dibedakan menjadi :
1. Berdasarkan tempat asalnya, terdiri dari :
a) Sedimen vulkanik, adalah sedimen yang berasal dari letusan gunung berapi yang terangkut oleh aliran air dan masuk ke sungai.
b) Sedimen yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) adalah sedimen yang berasal dari hasil erosi air hujan yang terjadi dalam suatu daerah aliran sungai dan oleh aliran permukaan (surface run off) kemudian terbawa masuk ke sungai dan tercampur dengan material yang berasal dari sungai itu sendiri.
c) Sedimen yang berasal dari alur sungai adalah sedimen yang berasal dari hasil erosi, dapat berupa gerusan tebing maupun gerusan dasar sepanjang alur sungai. Sedimen alur sungai ini berdasarkan gerak angkutnya terbagi menjadi 3 macam yaitu:
  • Bed load (angkutan dasar), yaitu gerakan partikel-partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara menggelinding (rolling), bergeser (sliding) dan berloncat-loncat (jumping).
  • Suspended load (angkutan melayang), yaitu sedimen dimana partikel-pertikelnya bergerak melayang di atas dasar sungai dalam air terbawa aliran.
  • Wash load, angkutan ini hanya sedikit yang berasal dari dasar, material disuplai dari sumber luar (erosi) dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan kondisi lokal yang ada (hanya dapat diangkut sebagai angkutan melayang, umumnya material halus).
2. Jenis sedimen berdasarkan proses terjadinya, terdiri dari :
a) Sediman hasil erosi adalah samua sedimen yang berasal dari hasil erosi oleh air hujan dan aliran air yang terjadi pada suatu DAS atau alur sungai.
b) Sedimen hasil longsoran yaitu sedimen yang berasal dari longsoran dan gerusan tebing sungai dan tebing sungai atau bukit yang terbawa oleh aliran air .
 







Sedangkan penyebab sedimen antara lain adalah :
  • Letusan gunung berapi
Sungai-sungai yang bersumber atau berhulu di gunung berapi merupakan jalur transportasi aliran material hasil letusan gunung berapi yang biasa disebut lava.

Material letusan gunung berapi yang besar berupa batu, kerikil dan pasir meluncur di lereng-lereng bagian puncak, kemudian sebagian material tersebut ada yang mengendap di lereng-lereng gunung dan sebagiannya mengalir di permukaan lahan sebagai aliran lahar yang pada akhirnya akan terbawa ke alur sungai-sungai.

Timbunan material yang mengendap di bagian lereng gunung tersebut sangat mudah terlepas,dengan adanya hujan deras maka material tadi mudah tererosi dan terbawa air hujan mengalir ke bawah dan juga akan terbawa ke alur sungai. Material-material gunung berapi inilah yang merupakan salah satu sedimen berada di sungai tersebut.

  •  Erosi akibat aliran air
a) Erosi permukaan
Erosi oleh air pada permukaan tanah ini adalah suatu proses yang dimulai oleh percikan (splash) dan pukulan (impact) oleh jatuhnya air hujan, sehingga mengakibatkan terlepas dan berpindahnya butiran-butiran tanah permukaan (top soil) dari suatu tempat oleh tenaga erosi (air, angin, dsb) atau oleh karena berbagai sebab alam, manusia, atau kombinasi alam dan manusia.

Hasil erosi permukaan ini diangkut oleh air dengan gaya beratnya sendiri, yang pada akhirnya terangkut ke sungai dan akan menjadi sedimen yang tercampur dengan material lain di sungai tersebut.

Erosi oleh air ini merupakan suatu proses gejala alam yang wajar, artinya dalam suatu ekosistem yang utuhpun erosi oleh air akan tetap berlangsung, bahkan guna kelangsungan ekosistem, erosi oleh air harus berjalan, tetapi lajunya erosi harus seimbang dengan lajunya pertumbuhan tanah.
Pada umumnya erosi disebabkan oleh hujan lebat dengan intensitas yang tinggi dan atau waktu hujan yang berlangsung lama.

b) Erosi alur sungai
Erosi alur sungai ini dapat berupa gerusan tebing maupun gerusan sepanjang dasar sungai. Sungai yang ber-order rendah biasanya akan terjadi erosi/gerusan dasar, sedangkan sungai berorder tinggi akan terjadi gerusan pada tebing. Dari sudut morpologi fluvial, menurut Koewn (1997) terdapat beberapa macam penyebab terjadinya erosi alur sungai, yaitu :
  • Pelebaran/pembesaran alur sungai akibat meningkatnya debit air sungai dan atau sedimen.
  • Pendalaman (degradasi) atau gerusan dasar sungai akibat meningkatnya debit dan atau perubahan pada kemiringan dasar alur.
  • Perubahan konfigurasi pada tebing alur, yang biasanya disertai penambahan material di beberapa tempat sepanjang alur sungai.

Butir-butir tanah yang tererosi di permukaan lahan (on-farm), setelah mengalir dalam suspensi aliran permukaan (run off) secara gravitasi melalui alur-alur order-1 dan seterusnya, akhirnya akan masuk ke alur sungai di ujung bawah lembah yang paling rendah. Akan tetapi di sepanjang proses perjalanan itu, akan banyak dijumpai hambatan dan rintangan, karena adanya cekungan retensi (sementara atau permanen) di lembah-lembah pada kaki-kaki bukit dan di tempat-tempat cekungan atau lekukan topografi yang lain, yang menahan sebagian produk erosi tersebut, sehingga tidak seluruh hasil erosi akan terangkut seluruhnya dan langsung mengalir ke lembah yang lebih rendah. Sebagian, sementara atau permanen, akan tinggal atau mengisi cekungan-cekungan retensi tersebut. Perbandingan antara produk erosi yang terjadi di lahan dengan konsentrasi suspensi sedimen di aliran sungai yang mengalir di ujung bawah lembah, disebut sediment delivery ratio (SDR). Angka SDR rata-rata di Sub-DAS Jladri sekitar 0,33.

Sedimen kasar (bed load) yang mengalir dengan cara menggelinding, menggeser, meloncat-loncat di sepanjang alur sungai akan bergerak dari hulu ke hilir, dan akhirnya secara perlahan-lahan akan mengendap di dasar ujung hulu genangan waduk. Semakin jauh dan panjang perjalanan yang ditempuh oleh bed load dari asalnya, akan semakin kecil jumlahnya ketika mencapai ujung hulu genangan waduk. Semakin dekat dengan lokasi waduk, semakin besar jumlahnya yang mengendap. Proses ini dampak dari sediment transmission losses (STL), yaitu terhentinya sebagian bed load, secara tersebar di sepanjang perjalannya dari hulu menuju waduk di bagian hilir. Besarnya STL sulit diukur.

Upaya pengendalian erosi on-farm yang paling efektif adalah menutup tebing jenjang penerasan dan kelerengan lahan terjal yang terbuka, secara vegetatif, sejauh hal itu dapat diterima oleh petani (para pemiliknya). Berbagai upaya harus terus ditempuh untuk menghutankan daerah-daerah dengan kondisi topografi dan kemiringan lahan yang peruntukkannya sesuai untuk hutan. Hutan rakyat diperkirakan akan sangat relevan, sejauh dapat dikelola langsung oleh pemiliknya. Selain itu menahan dan atau mengendalikan erosi besar-besaran dan parit jurang (gully), dan longsoran tebing alur sungai dengan bangunan sipil teknis (dam penahan dan atau pengendali sedimen).

6 Jenis Tanah Longsor

Berikut akan dijelaskan 6 hal jenis tanah longsor yang sering terjadi di wilayah indonesia

1.  Longsoran translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Jenis longsoran ini paling banyak terjadi di Indonesia.

2. Longsoran rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. Jenis longsoran ini juga banyak terjadi di Indonesia.

3. Pergerakan blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4.    Runtuhan batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal terutama di daerah pantai.

5. Rayapan tanah
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran bahan rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Longsoran jenis ini paling banyak memakan korban jiwa manusia.


Lihat gambar berikut untuk mengetahui masing masing jenis longsoran!


Gejala umum tanah longsor antara lain berupa :
  1. Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
  2. Biasanya terjadi setelah hujan.
  3. Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
  4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

Saturday, January 12, 2013

Dampak dan Proses Erosi Serta Sedimentasi



 Proses Erosi dan Sedimentasi

Proses erosi karena aliran air dimulai dari hunjaman air hujan di atas tanah pada lahan dengan intensitas tutupan lahan yang rendah. Gaya hunjam yang ditimbulkan oleh air hujan dengan intensitas tinggi dalam durasi yang cukup lama akan mampu melepaskan butir-butir tanah dari induknya. Lepasan butir-butir tanah akan menutup sebagian besar pori-pori tanah sehingga menurunkan peluang infiltrasi air hujan ke dalam tanah. Akibatnya air hujan akan terkonsentrasi di permukaan membentuk aliran permukaan (runoff). 


Apabila gaya resisten antara butir-butir tanah yang terlepas dari induknya lebih besar dari daya angkut aliran permukaan, maka meskipun terjadi erosi, tetapi tidak ada sedimen yang terangkut. Apabila terjadi sebaliknya, maka ada sedimen dalam aliran permukaan yang akan terangkut sampai di bagian hilir. Di mana proses sedimentasi akan terjadi, tergantung pada faktor sediment delivery ratio dan perbandingan antara gaya angkut dan gaya pengendapan sedimen di bagian off site.

Dampak Erosi dan Sedimentasi
Hilangnya top soil, yang merupakan lapisan tanah yang subur dan media tumbuh-kembangnya perakaran, karena erosi akan menyebabkan penurunan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanah karena adanya kemunduran sifat tanah baik fisik, kimiawi, dan biologis.

Untuk mendapatkan tingkat produksi tertentu, tanah yang kurang subur akan memerlukan asupan unsur hara (pupuk) yang lebih banyak. Ini berarti perlu biaya yang lebih tinggi. Selain itu, erosi akan menyebabkan lapisan media untuk tumbuh-kembangnya perakaran lama kelamaan menjadi semakin tipis. Sedangkan proses geologi pembentukan tanah memerlukan waktu yang sangat lama. Apabila tidak ada upaya perbaikan yang tepat, kerusakan fisik tanah akan sulit diperbaiki.

Erosi juga menyebabkan tingkat infiltrasi tanah akan terus menurun. Menurunnya tingkat inliltrasi akan menyebabkan pasokan air hujan yang akan disimpan di dalam lapisan tanah sebagai air tanah (ground water) sebagai unsur utama base flow, cadangan air di musim kemarau, dan tempat menyimpan kelebihan air di musim hujan, menjadi semakin kecil. Akibatnya, akan terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Kekeringan di musim kemarau akan diperparah dengan adanya limbah cair yang tidak dikelola sebagaimana mestinya.

 

Metode Pendekatan Studi Konservasi DAS


Pendekatan yang dapat digunakan dalam Pekerjaan Studi Konservasi DAS adalah sebagai berikut

1.Hierarchical management approach, dengan pengertian bahwa semua kegiatan akan dilaksanakan berdasarkan atau mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan publik di atasnya;

2.Holistically integrated approach, dengan pengertian bahwa pekerjaan akan dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh, dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, dan dijaga tetap berasaskan keseimbangan dan dalam suatu koordinasi yang dinamik;

3.Stakeholders approach, dengan pengertian bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait dengan kegiatan konservasi terpadu sumberdaya air;

4.Bottom-up approach, dengan pengertian bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan dan partisipasi masyarakat.

Pendekatan hierarchical management dilakukan dalam rangka mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Bahwa payung hukum dalam pengelolaan sumber daya air adalah berbentuk pola pengelolaan sumber daya air yang harus berkekuatan hukum formal, yang bersumber dari rumusan kebijakan sumber daya air, baik pada tingkat nasional, tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, dan kearifan lokal (local wisdom) termasuk berbagai masukan dari seluruh stakeholders.

Berdasarkan pola tersebut selanjutnya akan dapat dihasilkan rencana induk, analisis sosial dan lingkungan hidup, studi kelayakan, program dan keterpaduan, keseimbangan, dan koordinasi yang dimaksud mencakup keterpaduan sumber daya hutan, sumber daya lahan, sumberdaya air, sumber daya manusia, dan sumber daya alam lainnya. Selain itu dibedakan juga antara keterpaduan dan keseimbangan alami dan non-alami.

Keterpaduan dan keseimbangan alami mencakup : daerah hulu dan hilir, kuantitas dan kualitas, air hujan dan air permukaan serta air tanah, dan penggunaan lahan (landuse) dan pendayagunaan air (siklus hidrologi). Sedangkan keterpaduan dan keseimbangan non-alami mencakup : antar sektor dalam pembuatan kebijakan, program, dan kegiatan (nasional, propinsi, kabupaten/kota); antar stakeholders; dan antar daerah, baik horizontal maupun vertikal. Dalam pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan terkoordinasi, agar dapat diintegrasikan program-program kebijakan terpadu, diperlukan adanya wadah integrasi yang disetujui dan dioperasionalkan oleh seluruh stakeholders.

Menurut Global Water Partnership (2000) pengelolaan terpadu sumber daya air adalah suatu proses yang mengintegrasikan pengelolaan sumber daya air, sumber daya lahan, dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi. Prinsip pengelolaan terpadu ini dikembangkan sebagai respon terhadap perilaku pengelolaan sumber daya air yang selama ini cenderung terfragmentasi sehingga berbagai kebijakan dan program sektor yang terkait dengan sumber daya air sulit bersinergi.

Undang-Undang Sumber Daya Air (Pasal 85 dan Pasal 86) mengamanatkan bahwa pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air. Pengelolaan itu harus dilakukan melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air, sumber daya lahan, dan sumber daya lainnya.

Wadah koordinasi yang harus disiapkan adalah wadah yang menyediakan akses bagi semua stakeholder, khususnya primary stakeholder. Wadah tersebut harus mampu menyediakan dan memberikan informasi seluas-luasnya kepada yang memerlukan. Wadah tersebut harus mampu melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dimana dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air. Selain itu, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air.

Wadah koordinasi tersebut harus mempunyai program yang jelas dan terarah agar bencana erosi dapat dikelola dengan baik secara terpadu dan berkesinambungan dan pengelolaaannya harus langsung di lokasi (on site) oleh mereka yang berada on site. Mereka itu adalah para primary stakeholder tersebut. Dan mereka harus diberi peran utama dalam implementasi konservasi on site. Wadah tersebut juga harus mampu menyediakan pendamping, khususnya di bidang-bidang teknis, ekonomis (termasuk pasar), dan lingkungan, bagi mereka memerlukan adanya pendampingan. Para pendamping ini dapat muncul dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerhati, Perbankan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Perusahaan, misalnya di bidang usaha perkayuan. Dalam hal ini, instansi daerah dan pusat serta para fasilitator lainnya, sebagai secondary stakeholder, harus mampu berfungsi sebagai inovator dan regulator.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More